Minggu, 02 September 2012

Cersingk (Cerita Singkat)


Cintaku belum terungkap

Namaku Hadi, aku dilahirkan pada tanggal 14 agustus 1993 di sebuah kota kecil yang terletak sebelah barat kota Jambi orang-orang disana menyebutnya kota Mendalo.

*****
Hari-hariku berlalu, mungkin lebih dari dua ratus purnama telah kujumpai. Aku tidak lagi tinggal dikota Mendalo melainkan di desa sederhana yang terdapat di BaLi(Bayung Lincir). Desa yang indah, sunyi, damai dan memiliki lahan yang luas untuk bercocok tanam. “Simpang Bayat” itulah kata yang keluar dari seorang tokoh masyarakat setempat saat aku menanyakan apa nama desa tersebut.
Kini aku telah lulus sekolah menengah atas. Aku ingin sekali menjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan mengambil fakultas pertambangan di sebuah universitas terbaik di kota Palembang. Namun apalah daya aku terlahir di kandung badan orang yang kurang mampu. Berbagai undangan dari kalangan universitas ternama selalu menghampiriku karena aku termasuk dalam daftar siswa terbaik di sekolahku. Aku hanya bisa menerima kertas-kertas penting itu. Sampai-sampai ada yang kubuang di tong sampah depan kelas tanpa membacanya terlebih dahulu.
Aku selalu meratapi nasib hidupku, terlebih saat teman-temanku sibuk dengan pendaftaran untuk masuk ke perguruan tinggi. Alangkah enaknya menjadi orang sukses, yang bisa melakukan segala hal yang kita inginkan. Memiliki banyak uang, rumah besar, aparteman, dan dapat membuat anak-anak mereka melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Tapi aku teringat ucapan guru pendidikan agama yang pernah mengatakan bahwa uang bukanlah satu-satunya harapan manusia. Aku yakin, aku akan tetap bisa kuliah tanpa bantuan orangtuaku. Aku berencana menundanya sampai tahun depan. Waktu setahun itu akan kugunakan untuk mencari uang. Dan aku yakin semangat dan do’alah harapan besar manusia.

*****
Senin, 4 april 2011 aku masuk sekolah. Seperti biasanya kami melaksanakan upacara bendera merah-putih di awal jam pelajaran. Usai upacara kami masuk kelas masing-masing, namun aku tak jadi masuk kelas saat melirih sekelompok siswa berkumpul di muka papan pengumuman. Aku ikut bergabung bersama mereka untuk mencari tau apa yang sedang disibukkan siswa-siswi Smansa BaLi. Ternyata selembar syarat pendaftaran perkuliahan.  Awalnya aku tidak memperdulikan itu dan akan pergi meninggakan kerumunan seandainya tak sempat melihat kata “beasiswa”. Setelah aku membaca kata tersebut aku jadi seribu kali lebih serius utuk membaca dari awal sampai akhir bahkan kuulangi. Ternyata ada sebuah berusahaan terkemuka yang memberikan beasiswa penuh kepada siswa berprestasi dan berada pada daerah operasinya. Setelah dapat memastikan bisa memenuhi syarat yang di berikan, aku meninggalkan kerumunan dan kembali ke kelas.
Usai sekolah segeralah aku kesana-kemari guna memenuhi persyaratan dan berkas-berkas yang akan ku siapkan. Hari demi hari bergulir, tahap demi tahap kulalui. Hingga tiba saatnya datanglah pengumuman hasil akhir. Dan,,,,,,,,,
Takdir berkehendak lain, aku tak jadi menunda rencana kuliahku selama duabelas bulan. Aku berhasil hadir di salah satu dari sepuluh siswa yang mendapatkan beasiswa sekecamatan BaLi. Perasaan bertanya, bangga, suka, bahagia dan semua rasa bercampur dalam satu tetes air mata bahagia pertama saat membuka dan membaca surat dari PTN Politeknik Negeri Sriwijaya. Dari situ aku benar-benar yakin bahwa uang bukanlah satu-satunya benda yang di agungkan.

*****
Kota baru, tempat tinggal baru, tempat belajar baru, teman baru dan semua serba baru itulah yang terlintas di benakku.
Senin, 5 september 2012 Hari ini adalah hari pertamaku mengikuti perkuliahan di PolSri. “Kaku” itulah yang kurasakan saat bertemu dan berkenalan dengan teman baru. Sepulang kuliah, aku bertemu dengan seorang gadis sedang teburu-buru untuk masuk ruangan. Kebetulan ruang kelasnya berada tepat di depan kelasku. “Hai” itulah kata sapaan yang di ucapkannya padaku. Namun belum sempat aku membalas salamnya ia sudah masuk kelas. Sungguh gadis yang manis dan mungkin itu adalah awal perjalanan kisah cintaku.
 Tak terasa tiga purnama sudah memancarkan cahayanya, aku ingin sekali mengenalnya lebih jauh. Namun perasaan takut selalu menghalangiku. Dengan berkenalan dengan teman-teman dekatnya aku mencari informasi tentangnya. Alamat rumah, tanggal lahir dan semua tentangnya. Entahlah,, rasa itu kian membesar bak bola salju yang menggelinding dari atas bukit. Namun ketakutan selalu hinggap dihatiku. Sampai-sampai aku rela memandangai wajah manisnya dari jarak jauh.

*****
Di semester dua hubungan kami mulai membaik setelah kudapatkan nomor henfon dari sahabatnya, aku mulai memberanikan diri untuk meneleponnya dan sms dengannya. Rasaku semakin besar dan kurasa terus membesar. Meskipun aku tau saat ini dia sedang sendiri tapi rasa takutku belum juga pudar. Sehingga sampai saat ini cintaku masih terpendam di dalam batu ketakutan.
Petanyaan besar bagiku “apa yang membuatku seperti ini?”
Entah sampai kapan aku bisa menemukan palu keberanian dan memusnahkan rasa takutku untuk mengungkapkannya padamu. Ku terus berharap dan berdo’a kisah cinta belum terungkap akan segera berakhir.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

hallo kak, seru juga ya ceritanya. :) slm knl kak semoga sukses ya

Hadi gimantoro mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hadi gimantoro mengatakan...

Makasih,:)
Doakan sj sukses semua. amin